9 research outputs found

    A Survey of Murine Typhus in Mulyorejo Village, Way Abung III Transmigration Scheme, Lampung Utara, Sumatera, Indonesia

    Full text link
    Suatu survei serologis terhadap murine typhus telah dilakukan di desa transmigrasi Mulyorejo, Way Abung III, Lampung Utara pada tahun 1982. Dalam survei tersebut dikumpulkan sejumlah 444 sera manusia dan 314 sera hewan liar terutama tikus dan tupai. Pemeriksaan serologis dengan methoda IFAT memberikan hasil seropositif sebanyak 6,5 % pada manusia dan 0,6 % pada hewan. Pada manusia seropositif tertinggi pada kelompok umur 20 - 59 tahun dan lebih tinggi pada laki-laki daripada perem­puan. Vektor murine typhus, Xenopsylla cheopis, hanya ditemukan pada Rattus r. diardii. Satu species tungau yaitu Ascoschoengastia indica yang pernah ditemukan terinfeksi oleh murine typhus, ditemukan pada tikus rumah dan tikus ladang, R. tiomanicus dan R. exulans. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa murine typhus endemik di desa transmigrasi tersebut dan siklus terjadi di dalam lingkungan domestik

    Ekologi Penyakit Scrub Typhus di Unit Desa Transmigrasi Mulyorejo, Way Abung Ih, Lampung Utara: suatu Penelitian Pendahuluan

    Full text link
    A preliminary study on the ecology of scrub typhus was conducted in a transmigration village Mulyorejo, Way AbungIII, Lampung Utara, Sumatra, Indonesia, in 1982. Serological examination on the human population revealed 11.9% seropositive against scrub typhus, being higher in males than in females, likewise also higher in adults than children. Seropositivity against scrub typhus among murid rodents captured was 42.9%. It was highest on Rattus exulans followed by Rattus tiomanicus. Two species of chigger vectors, Leptotrombidium (L.) deliensis and Leptotrombidium (LJ) fletcheri were found in the area studied. The infestation of those two species were highest on R. exulans and R. tiomanicus

    Manfaat Penggunaan "Exit - Trap" dalam Penilaian Padat Populasi Vektor Malaria Anopheles Aconitus di Kandang pada Malam Hari

    Full text link
    Exit-traps were used to estimate the density of the malaria vector Anopheles aconitus in cattle shel­ters in five localities near Semarang, Central Java, from Mei 1980 to October 1981. Collections of resting mosquitoes in two cattle shelters by aspirator during the same period were used as a comparison. Results indicate that exit trap, were less productive compared to mosquito collection in cattle shelters using aspirators. However, weekly fluctuations of densities obtained from exit-traps and from cattle shelters are the same pattern and both showed a significantly positive correlations. Most of An. aconitus caught in exit traps are blood fed and very few gravid, these supports the theory that this species is highly exophilic

    Dynamics of the Plague Transmission Cycle in Central Java (Ecology of Mammalian Hosts with Special Reference to Rattus Exulans)

    Full text link
    Penelitian mengenai ekologi penyakit pes yang dilakukan di Boyolali, Jawa Tengah dari tahui 1972 sampai dengan 1974 meliputi juga penelitian mengenai siklus penyakit serta-hubungannyt dengan tikus sebagai binatang perantaranya. Selama tahun pertama ditangkap 1113 ekor tikus beserti pinjalnya yang berasal baik dari dalam maupun diluar rumah sampai yang tinggal dihutan. Berdasarkan atas data-data mengenai penyebaran, reproduksi, populasi dan resistensi terhadap basil pes ternyata bahwa R. exulans merupakan reservoir utama terhadap penyakit pes di Boyolali dan R. tiomanicus kemungkinan dapat memegang peranan sebagai reservoir kedua. R. rattus telal lama dikenal sebagai reservoir penyakit pes di Jawa. Banyak jenis tikus-tikus lain yang juga ditemukan dalam penelitian namun demikian pada saat in belum berperan dalam penyebaran penyakit pes Boyolali, karena kehidupannya jauh dari penduduk resistent terhadap basil pes dan jarang ditemukan

    A SURVEY OF MURINE TYPHUS IN MULYOREJO VILLAGE, WAY ABUNG III TRANSMIGRATION SCHEME, LAMPUNG UTARA, SUMATERA, INDONESIA

    No full text
    <p class="Style4">Suatu survei serologis terhadap murine typhus telah dilakukan di desa transmigrasi Mulyorejo, Way Abung III, Lampung Utara pada tahun 1982. Dalam survei tersebut dikumpulkan sejumlah 444 sera manusia dan 314 sera hewan liar terutama tikus dan tupai. Pemeriksaan serologis dengan methoda IFAT memberikan hasil seropositif sebanyak 6,5 % pada manusia dan 0,6 % pada hewan. Pada manusia seropositif tertinggi pada kelompok umur 20 - 59 tahun dan lebih tinggi pada laki-laki daripada perem­puan.</p> <p class="Style4">Vektor murine typhus, <em>Xenopsylla cheopis</em>, hanya ditemukan pada <em>Rattus r. diardii</em>. Satu species tungau yaitu <em>Ascoschoengastia indica</em> yang pernah ditemukan terinfeksi oleh murine typhus, ditemukan pada tikus rumah dan tikus ladang, <em>R. tiomanicus</em> dan <em>R. exulans</em>.</p> Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa murine typhus endemik di desa transmigrasi tersebut dan siklus terjadi di dalam lingkungan domestik

    Dynamics of the Plague Transmission Cycle in Central Java (Ecology of Potential Flea Vectors)

    Full text link
    Setelah begitu lama tidak ada laporan mengenai peristiwa penyakit pes di Indonesia, maka tiba-tiba pada tahun 1968 - 1969 dilaporkan adanya 102 penderita, 42 meninggal dan tahun 1969 - 1970 penderita, 2 meninggal. Oleh karena itu diadakan suatu penelitian untuk mendapatkan data-data ecology penyakit pes di Boyolali, Jawa Tengah. Walaupun tidak ada peningkatan jumlah penderita, pada waktu itu telah dapat diisolasi adanya bakteri pes dari binatang mengerat dan pinjal. Ini berarti transmisi masih berlangsung; terus dan selalu mengancam kesehatan penduduk. Daerah infeksi Boyolali terdapat dilereng gunung Merapi dan Merbabu diatas ketinggian 1.000 m. Tiga jenis pinjal Xenopsylla cheopis, Stivalius cognatus dan Neopsylla sondaica ada hubungannya dengan binatang menyusui didaerah tersebut. Diatas ketinggian 1.000 m S. cognatus dan N. sondaica merupakan pinjal yang paling banyak ditemukan didaerah ladang, dan X. cheopis diperumahan des Pada ketinggian kurang dari 1.000 m tidak ditemukan S. cognatus dan N. sondaica sedangkan X. cheopis ditemukan didaerah ladang dan Perumahan desa. Walaupun X. cheopis merupakan vector yang effisien dan jarang ditemukan didaerah ladang maka diduga bahwa pinjal tersebut tidak utama memegang peranan dalam penularan ini. Namun demikian pada masa epizootik X. cheopis mempunyai peranan pada siklus penularan antara binatang menyusui, binatang mengerat dan manusia. Sedangkan S. cognatus diduga merupakan vector utama, dan N. sondaica vector kedua, pada penularan pes. Jarangnya vector pada daerah ketinggian kurang 1.000 m, memperlihatkan bahwa pes di Jawa bersifat pegunungan. Kepadatan binatang menyusui yang merupakan reservoir utama dari penyakit pes yaitu Rattus exulans dan tiomanicus lebih banyak pada daerah ketinggian diatas 1.000 m. Binatang mengerat dan pinjal jarang ditemukan didaerah ladang, sedangkan jenis hutan di pinggiran sering ditemukan didaerah tempat tinggal, sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya penularan penyakit pes pada manusia. Pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa berbagai jenis pinjal hidup pada binatang menyusui yang paling sering ditemukan saja baik diladang maupun di Perumahan
    corecore